Contextual Teaching and Learning merupakan
konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata
siswa. Hal ini di tegaskan oleh Blanchard (dalam Trianto, 2008:10)
“Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru untuk
menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya ke
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga
kerja. Dengan kata lain CTL adalah
pembelajaran yang berhubungan erat dengan pengalaman sebenarnya”
Pendapat
Blanchard senada dengan Sanjaya (2008:109) “CTL adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.”. Berikutnya Sanjaya (2008:110) mengemukakan :
“terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL
1.
Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas
dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
2.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran dalam
rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru tersebut diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
detailnya.
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan sekedar untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakin, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4.
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus diaplikasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
5.
Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhdap strategi pengembangan pengetahuan, hal ini dilakukan
sebagai umpan balik untuk proses perbaikkan dan penyempurnaan strategi.”
Dengan siswa
menghubungkan antara pengalaman mereka dan materi ajar yang sedang disampaikan
oleh guru, maka secara tidak langsung mereka sudah berusaha membuat makna tersendiri
tentang apa sebenarnya materi yang sedang diajarkan, semakin banyak siswa
menemukan keterkaitan antara materi dengan pengalaman mereka maka semakin
bermakna pula materi tersebut bagi mereka. Dengan demikian siswa telah
melakukan pemaknaan sendiri (constructivism), oleh karena itu
construktivisme merupakan salah satu komponen dari Contextual Teaching and
Learning. Trianto (2008:25) menyatakan “pendekatan CTL memiliki tujuh komponen
utama yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
yang sebenarnya (Authentic).”
A. Kontruktivisme (Constructivism)
Menurut Abdul Hamid ( 2009:100) Kontruktivisme
merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil kontruksi (bentukan) gambaran dari dunia
menyataan yang ada. Pendapat
ini jelas bahwa teori konstruktivisrme berkaitan erat dengan pembelajaran
Contextual Teaching Learning (CTL). Hal ini diperjelas oleh Trianto (2008:26)
Salah satu landasan teori pendidikan model termasuk CTL adalah terori
pembelajaran konstruktivis. Alasan mengapa kontruktivisme merupakan landasan dari
CTL karena menurut Trianto pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya
siswa membangun sendiri pengetahuan siswa melalui keterlibatan aktif proses
belajar-mengajar. Proses belajar mengajar diwarnai student center daripada teacher
center. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan
berbasis pada aktivitas siswa.”
Kemudian menurut Masnur Muslich (2008:44)
mengemukakan :
”Konstruktivisme, komponen ini
merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang
berciri konstruktivisme menekankan terbangunya pemahaman sendiri secara aktif,
kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan
dari pengalaman belajar bermakna”
Dengan dibiasakan siswa memecahkan masalah yang
erat kaitannya dengan kehidupan mereka maka pengetahuan mereka akan tumbuh
kembang melalui pengalaman dan pemahaman mereka akan berkembang semakin dalam
dan semakin kuat.
B. Menemukan (Inquiry)
Diharapkan pengetahuan dan keterampilan
bukanlah sejumlah fakta dari kegiatan mengingat, tetapi merupakan hasil dari
proses menemukan sendiri. Inila alasan Trianto mengemukakan penemuan (inquiry) merupakan bagian inti dari
kegiatan berbasis kontekstual. Selanjutnya Masnur Muslich (2008:45)
menngemukakan :
”komponen menemukan merupakan
kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena,
dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang
diperoleh oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.”
Inquiry juga mempunyai siklus. Menurut
Trianto (2008:30) siklus inquiry terdiri dari : (1). Observasi (Observation),
(2). Bertanya (Questioning), (3). Mengajukan dugaan (hypotesis), (4).
Mengumpulkan data (Data Gathering), dan (5). Penyimpulan (Conelution). Kemudian
dalam bukunya Sanjaya (2008:119) menyatakan secara umum proses inquiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: (a). Merumuskan masalah, (b)
mengajukan hipotesis, (c) mengumpulkan data, (d) menguji hipotesis berdasarkan
data yang ditemukan, dan (e) membuat kesimpulan.
C. Bertanya (Questioning)
Seorang
pembelajar yang ingin mengetui sesuatu bermula dari sebuah pertanyaan, sehingga
pada dasarnya belajar adalah kegiatan bertanya dan menjawab pertanyaan tersebut
sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan yang dimaksud adalah keadaan
pembelajar dari yang tidak tahu menjadi tahu. Sanjaya (2008:120) menyatakan
bahwa Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja. Akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh
sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan
guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materti yang
dipelajarinya
Menurut Trianto (2008:31) dalam
pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
- menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
- mengecek pemahaman siswa
- membangkitkan respon kepada siswa
- mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
- mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
- memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki guru
- membangkitkan pertanyaan yang lebih banyak lagi dari siswa; dan
- menyegarkan kembali pengetahuan siswa
Kemudian
dampak positif dari sebuah pertanyaan yang baik, dikutip dalam Sanjaya
(2008:157) :
“para ahli
percaya, petanyaan yang baik, memiliki dampak positif terhadap siswa,
diantaranya :
a.
dapat meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam
proses pembelajaran.
b.
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab
berpikir itu sendiri pada hakikatnya bertanya.
c. dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban.
d. memusatkan siswa pada masalah yang dibahas”
Dalam
setiap tahapan dan proses pembelajaran, kegiatan bertanya hampir selalu
digunakan. Oleh karena itu kemampuan
guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
D. Masyarakat belajar (Learning Community)
Belajar
secara kelompok lebih baik daripada belajar secara individu, Vygotsky (dalam
Sanjaya, 2008:120) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang
banyak komunikasi oleh orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat
dipecahkan sendirian, akan tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima
sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu permasalahan.
Masyarakat belajar akan tercipta ketika
terjadi kerjasama dengan orang lain. Siswa dibiasakan saling belajar dalam
kelompok untuk berbagi pengetahuan. Hal ini diperjelas oleh Trianto (2008:33)
bahwa masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah. Akibatnya
siswa yang lebih tahu akan menjadi lebih tahu dan siswa yang paham akan menjadi
lebih paham, sehingga pembelajaran akan lebih efektif.
Kemudian dilanjutkan oleh Trianto
(2008:32) mengemukakan dalam kelas CTL, guru disarankan melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah,
yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya
yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya.
kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah,
bahkan dapat melibatkan siswa di kelas atas, atau guru melakukan kolaborasi
yang mendatangkan seorang ahli di dalam kelas.
Dalam menerapkan komponen masayarakat
belajar, seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip dari masyarakat
belajar. Masnur Muslich mengemukakan :
“prinsip-prinsip
yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi
pada komponen learning community.
·
pada
dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
·
Sharing
terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
·
sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi
arah.
·
masyarakat
belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar
bahawa pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat
bagi yang lainnya.
·
yang terlibat
dalam masyarakat belajar pada dasar menjadi sumber belajar.”
E. Pemodelan (modeling)
Menurut
Sanjaya (2008:121) “pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru siswa”. Sehingga dengan adanya pemodelan ini pembelajar
diharapkan tertatik dengan materi ajar yang sedang diajarkan. Abdul Hamid
(2009:117) mengemukakan pada dasarnya, setiap bidang studi memiliki daya tarik
tersendiri meskipun daya tarik ini amat tergantung pada karakteristik
pembelajar, seperti bakat, minat kebutuhan serta kecendrungan-kecendrungan atau
pilihan-pilihan perseorangan lainnya”
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan
memecahkan masalah volume balok misalnya, seorang guru bisa menyuruh salah satu
siswa untuk memecahkan masalah dengan dibimbing oleh guru tersebut. Dalam hal
ini berarti siswa juga bisa jadikan model pembelajaran. Trianto (2008:34) menegaskan
dalam pembelajaran kontektual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk dijadikan untuk memodelkan
sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Hal tersebut senada dengan
yang diungkapkan oleh Sanjaya (2008:121) proses pemodelan tidak terbatas dari
guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap
memiliki kemampuan.
Dengan
model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang diinginkan
guru. Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan adalah:
- Guru menerapkan aspek-aspek penting dari tingkah laku yang akan dipertunjukkan sebagai model.
- Siswa yang dapat menirukan model yang telah dipertunjukkan hendaknya diberi nilai plus.
- Model harus diamati sebagai suatu pribadi yang lebih tinggi dari siswa sendiri, yang mempertunjukkan hal-hal yang lebih untuk ditiru oleh siswa lain.
- Jangan sampai tingkah laku model berbenturan dengan nilai-nilai keyakinan siswa sendiri.
- Modelling disajikan dalam bentuk teknik mengajar atau dalam keterampilan-keterampilan social.
F. Refleksi (Reflection)
Menurut
Suyadi (2010:64) Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah
dilakukan, dan Sanjaya (2008:122) mengemukakan bahwa Refleksi adalah proses
pembelajaran yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan
kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Kemudian Trianto (2008:35) menjelaskan :
“Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa
lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur yang
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.”
Dengan demikian refleksi bertujuan untuk
mengetahui apakah siswa mengerti atau tidak tentang apa yang diajarkan, dan
mengetahui dimana kesulitan siswa, Sebaiknya guru melakukan refleksi agar
pengetahuan siswa lebih ‘mantab’.
G. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Assessment berkaitan erat dengan evaluasi.
Penilaian (assessment) menurut Cizek (dalam Anita Yus Dkk, 2010:112) bahawa assessment
sebagai proses terencana untuk mengumpulkan dan mensintesa informasi yang
relavan untuk maksud-maksud : 1) menemukan dan mendokumen kekuatan dan
kelemahan siswa, 2) merencanakan dan mengembangkan pembelajaran, dan 3) mengevaluasi
dan mengambil keputusan tentang anak.
Menurut Oemar Hamalik (2010:146) assessment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk mengukur prestasi belajar (achievement)
siswa sebagai hasil dari seuatu program instruksional. Kemudian Sanjaya (2008:122)
mengemukakan bahwa Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman siswa memiliki pengaruh yang
positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian
autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya guru,
tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Menurut Trianto (2008:37)
“Karakteristik penilaian autentik:
1.
dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran;
2.
bisa digunakan
untuk formatif maupun sumatif;
3.
yang diukur
penampilan dan performansi, bukan mengingat fakta;
4.
berkesinambungan;
5.
terintegrasi;
6. dapat
digunakan sebagai feed back.”
No comments:
Post a Comment