Pembelajaran
berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey. Pembelajaran ini mulai
diterapkan melalui pertimbangan dapat memberikan kemudahan kepada siswa
melakukan penyelidikan dan inkuiri melalui penyajian masalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa. Dewey (dalam Trianto, 2009) menyatakan belajar
berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan
kepada siswa dalam bentuk bantuan dan masalah, sementara sistem syaraf otak berfungsi
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat
diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahan yang tepat. Pengalaman
siswa yang berasalh dari lingkungannya memberikan bahan dan materi dalam proses
pembelajarannya.
Arends (2008) menekankan bahwa
esensi pembelajaran ini berupa menyuguhkan berbagai situasi masalah autentik
dan bermakna kepada siswa, yang berfungsi sebagai suatu batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. Selain itu, Arends juga menyatakan pembelajaran
berbasis masalah ini juga mengacu kepada model pembelajaran lain, seperti
“pembelajaran berbasis proyek (project-based
instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar autentik (authentic learning), dan “pembelajaran bermakna atau pembelajaran
berakar pada kehidupan (anchored
instruction)”.
Pembelajaran
berbasis masalah menekankan pembelajaran yang dikendalikan dengan masalah.
Oleh, karena itu pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan memecahkan masalah,
dan masalah yang diajukan kepada siswa memperoleh pengetahuan baru sebelum
mereka dapat memechkan masalah itu. Dalam pembelajaran yang dilakukan tujuannya
bukan hanya mencari jawaban tunggal yang benar, tapi lebih dari itu, siswa
harus dapat menginterpretasikan masalah yang diberikan, mengumpulkan informasi
yang penting, mengidentifikasi kemungkinan pemecahan masalah, mengevauasi
pilihan, dan menarik kesimpulan. Para pemerhati pendidikan matematika
menyatakan dengan tegas bahwa para peserta didik dapat dididik dan dilatih agar
dapat menjadi pemecahan masalah yang baik dengan mempelajrai matematika sebagai
pengetahuan yang heuristik.
Pembelajaran berbasis masalah
memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pebelajar yang mandiri
dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Model ini
membantu siswa untuk mengembangkan cara berpikirnya dalam pemecahan masalah
melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan
rasional dan autentik.
Model
pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis.
Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah nyata yang penyelesaiannya
membutuhkan kerja sama di antara siswa. Guru bertugas memandu siswa menguraikan
rencana pemecahan masalah menjadi tahp-tahap kegiatan; guru member contoh
mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya
tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Selain itu, guru juga menciptakan
suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.
Dapat
disimpulkan, model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan pembelajaran
konstruktivis yang menyajikan permasalahan nyata, autentik, dan bermakna kepada
siswa guna membantu siswa mengonstruk pengetahuannya dalam proses pemecahan
masalah sehingga menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered).
A. Ciri-Ciri Model Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran
berbasis masalah melibatkan masalah nyata dan kontekstual dalam kehidupan
siswa, memampukan siswa terampil memecahkan masalah dan mengembangkan materi
pengetahuan melalui bimbingan dan penyediaan sumber belajar. Siswa
berkolaborasi dalam kelompok belajar dan penyediaan tutor sebaya atau pautan
yag lebih memahami masalah. Hal ini senada dengan ciri-ciri pembelajaran
berbasis masalah seperti diuraikan Mayo et
al (dalam Sinaga, 2007),
Problem-based instruction is a pedagogical strategy
for posing significant, contextualized, real world situations, and providing
resources, guidence, and instructions to learners as they develop content
knowledge and problem-solving skills. In problem based instruction, students
collaborate to study the issues of a problem as they strive to creativiable
solutions. Unlike traditional instruction, which is often conducted in lecture
format, teaching in problem based instruction normally occurs whitin discussion
groups of students facilitated by a faculty tutor.
Ciri
utama dari model pembelajaran berbasis masalah adalah penggunaan masalah
autentik ke hadapan siswa guna pencapaian pemecahan masalah. Menurut Arends
(dalam Trianto, 2009), ciri-ciri utama dari model pembelajaran berbasis masalah
adalah :
1.
Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah
mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya
secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Menyajikan
situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk suatu situasi. Menurut Arends (2008),
pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai
berikut: (1) Autentik, yaitu masalah harus
sesuai dengan pengalaman dunia nyata siswa dari pada dengan prinsip-prinsip
disiplin akademik tertentu; (2)
Jelas, yaitu masalah
dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa
yang pada akhirnya menyulitkan siswa menyelesaikan masalah tersebut; (3) Bermakna, yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna
(meaningful) bagi siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa; (4) Luas dan Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran, yaitu masalah yang
disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut
mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu,
ruang, dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun
tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan; (5) Bermanfaat, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa
sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang
bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2.
Berpusat pada keterkaitan antardisiplin
Meskipun model ini mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang
akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata dalam pemecahannya, siswa juga
dapat meninjau masalah itu dari mata pelajaran lain.
3.
Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian yang nyata
terhadap masalah yang nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefenisikan
masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan
menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4.
Menghasilkan produk atau karya
Model ini menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah. Produk dapat berupa laporan atau
model fisik. Produk dan karya nyata tersebut didemonstrasikan kepada
teman-temannya.
5.
Kolaborasi (kerjasama)
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan
oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, paling sering secara
berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama mengembangkan keterampilan sosial
dan keterampilan berpikir, memberikan motivasi uttuk secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai
inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir.
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri model pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran dimulai dari masalah yang berhubungan dengan
dunia nyata, pengadaan kelompok kecil, munculnya kegiatan
investigasi/penyelidikan, menghasilkan karya yang didemonstrasikan di depan
temannya.
B. Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran
berbasis masalah memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Membantu siswa mengembangkan keterampilan
berfikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah
memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang
bersifat konkret, tetapi lebih dari itu, yaitu berpikir terhadap ide-ide yang
abstrak dan kompleks. Dengan kata lain, model pembelajaran berbasis masalah
melatih siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2. Belajar peran orang dewasa yang autentik.
Melalui model pembelajaran berbasis
masalah, siswa didorong bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. Selain itu
siswa memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong pengamatan dan
dialog siswa dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami
peran orang yang diamati atau diajak berdialog. Model pembelajaran ini
melibatkan siswa secara mandiri melakukan penyelidikan sehingga memungkinkan
siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun
pemahaman terhadap fenomena tersebut.
3. Menjadi pembelajar yang mandiri.
Model pembelajaran berbasis masalah
membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom. Melalui bimbingan
guru yang berulang mengarahkan siswa
membentuk pemecahan masalah sendiri sesuai dengan tingkat kognitifnya
masing-masing. Pola hubungan tujuan pembelajaran, proses belajar, dan segala
hal yang terjadi pada siswa dalam rangka kemandirian belajar terjadi sebagai
berikut:
a. Guru yang membuat desain instruksional
memandang siswa sebagai partners yang memiliki asas emansipasi diri menuju
kemandirian. Guru menyusun acara pembelajaran.
b. Siswa memiliki latar pengalaman dan kemampuan
awal dalam proses pembelajaran.
c. Tujuan pembelajaran dalam desain instruksional
dirumuskan oleh guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Tujuan
pembelajaran tersebut juga merupakan sasaran belajar bagi siswa menurut pandangan
dan rumusan guru.
d. Kegiatan belajar-mengajar merupakan tindak
pembelajaran guru dikelas. Tindak pembelajaran tersebut menggunakan bahan
belajar. Wujud bahan belajar tersebut adalah bidang studi di sekolah.
e. Proses belajar merupakan hal yang dialami oleh
siswa, suatu respon terhadap segala acara pembelajaran yang diprogramkan oleh
guru. Dalam proses belajar tersebut , guru meningkatkan kemampuan-kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
f. Perilaku siswa merupakan hasil proses belajar.
Perilaku tersebut dapat berupa perilaku yang tak dikehendaki dan yang
dikehendaki. Hanya perilaku-perilaku yang dikehendaki diperkuat. Penguatan
perilaku yang di kehendaki tersebut dilakukan dengan pengulangan, latihan, drill atau aplikasi.
g. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil
belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak
tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.
h. Setelah siswa
lulus, berkat hasil belajar, siswa menyusun program belajar sendiri. Dalam
penysunan program belajar sendiri tersebut, sedikit banyak siswa berlaku secara
mandiri.
Ibrahim (dalam Trianto, 2009)
menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah tidak sekedar dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi kepada siswa, tetapi dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui kelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang
otonom dan mandiri.
Sudjana
(dalam Trianto, 2009) menerangkan manfaat khusus yang diperoleh dari model pembelajaran
berbasis masalah ini adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah
membantu para siswa merumuskan tugas –tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas
pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang
ada di sekitarnya.
Jadi, manfaat pembelajaran berbasis
masalah adalah untuk membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa,
keterampilan pemecahan masalah siswa dan tugas guru untuk membantu siswa dalam
merumuskan tugas-tugas. Selain itu, tujuan model pembelajaran berbasis masalah
adalah menciptakan individu belajar yang mandiri dalam memecahkan masalah
melalui pola pikir yang mampu dibentuk secara mandiri juga.
C. Sintaks Model Pembelajaran berbasis masalah
Sintaks pembelajaran berbasis
masalah berisi lima langkah utama yang dimulai guru dengan memperkenalkan siswa
terhadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis kerja siswa.
Kelima tahapan tersebut disajikan dalam tabel berikut (dalam Trianto, 2009),
Tabel
2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
|
Tingkah Laku
Guru
|
Tahap 1
Orientasi
siswa pada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
|
Guru membantu
siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap 4
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap 5
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-porses yang mereka gunakan.
|
D. Kelebihan dan Kelemahan
Model Pembelajaran berbasis masalah
Suatu
model pembelajaran memiliki kelebihannya masing-masing, begitu pun dengan
kelemahannya. Dalam pembelajaran berbasis masalah diperoleh kelebihan atau
kekurangan. Menurut Sanjaya (2008) model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : (1) PBM merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran, (2) PBM
dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (3) PBM dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, (4) PBM
dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata,
(5) PBM dapat membantu siswa mengembangkanpengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam penbelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM juga dapat mendorong untuk dapat melakukan evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun hasil belajarnya,
(6) Melalui PBM bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata
pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dam sesuatu yang dimengerti
oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja,
(7) PBM dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa,
(8) PBM dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan
baru,
(9) PBM
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam dinia nyata,
(10) PBM dapat
mengembangkan minat siswa untuk secara
terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal terakhir.
Selain kelebihan, menurut Sanjaya (2008)
terdapat juga kelemahan dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu : (1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk di pecahkan, maka mereka akan merasa
enggan untuk mencoba; (2) Keberhasilan model pembelajaran ini membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan; (3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin
mereka pelajari.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis
masalah adalah model pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu:
(1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3)
membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan
manyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
No comments:
Post a Comment