Pages

Wednesday, December 30, 2015

Pembelajaran Berbasis Masalah



Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey. Pembelajaran ini mulai diterapkan melalui pertimbangan dapat memberikan kemudahan kepada siswa melakukan penyelidikan dan inkuiri melalui penyajian masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa. Dewey (dalam Trianto, 2009) menyatakan belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa dalam bentuk bantuan dan masalah, sementara sistem syaraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahan yang tepat. Pengalaman siswa yang berasalh dari lingkungannya memberikan bahan dan materi dalam proses pembelajarannya.
Arends (2008) menekankan bahwa esensi pembelajaran ini berupa menyuguhkan berbagai situasi masalah autentik dan bermakna kepada siswa, yang berfungsi sebagai suatu batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Selain itu, Arends juga menyatakan pembelajaran berbasis masalah ini juga mengacu kepada model pembelajaran lain, seperti “pembelajaran berbasis proyek (project-based instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar autentik (authentic learning),  dan “pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada kehidupan (anchored instruction)”.
Pembelajaran berbasis masalah menekankan pembelajaran yang dikendalikan dengan masalah. Oleh, karena itu pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan memecahkan masalah, dan masalah yang diajukan kepada siswa memperoleh pengetahuan baru sebelum mereka dapat memechkan masalah itu. Dalam pembelajaran yang dilakukan tujuannya bukan hanya mencari jawaban tunggal yang benar, tapi lebih dari itu, siswa harus dapat menginterpretasikan masalah yang diberikan, mengumpulkan informasi yang penting, mengidentifikasi kemungkinan pemecahan masalah, mengevauasi pilihan, dan menarik kesimpulan. Para pemerhati pendidikan matematika menyatakan dengan tegas bahwa para peserta didik dapat dididik dan dilatih agar dapat menjadi pemecahan masalah yang baik dengan mempelajrai matematika sebagai pengetahuan yang heuristik.
Pembelajaran berbasis masalah memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan cara berpikirnya dalam pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik.
            Model pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa. Guru bertugas memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahp-tahap kegiatan; guru member contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Selain itu, guru juga menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.
            Dapat disimpulkan, model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan pembelajaran konstruktivis yang menyajikan permasalahan nyata, autentik, dan bermakna kepada siswa guna membantu siswa mengonstruk pengetahuannya dalam proses pemecahan masalah sehingga menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered).
A. Ciri-Ciri Model Pembelajaran berbasis masalah
            Pembelajaran berbasis masalah melibatkan masalah nyata dan kontekstual dalam kehidupan siswa, memampukan siswa terampil memecahkan masalah dan mengembangkan materi pengetahuan melalui bimbingan dan penyediaan sumber belajar. Siswa berkolaborasi dalam kelompok belajar dan penyediaan tutor sebaya atau pautan yag lebih memahami masalah. Hal ini senada dengan ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah seperti diuraikan Mayo et al (dalam Sinaga, 2007),
Problem-based instruction is a pedagogical strategy for posing significant, contextualized, real world situations, and providing resources, guidence, and instructions to learners as they develop content knowledge and problem-solving skills. In problem based instruction, students collaborate to study the issues of a problem as they strive to creativiable solutions. Unlike traditional instruction, which is often conducted in lecture format, teaching in problem based instruction normally occurs whitin discussion groups of students facilitated by a faculty tutor.
Ciri utama dari model pembelajaran berbasis masalah adalah penggunaan masalah autentik ke hadapan siswa guna pencapaian pemecahan masalah. Menurut Arends (dalam Trianto, 2009), ciri-ciri utama dari model pembelajaran berbasis masalah adalah :
1.        Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Menyajikan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk suatu situasi. Menurut Arends (2008), pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Autentik, yaitu masalah harus sesuai dengan pengalaman dunia nyata siswa dari pada dengan prinsip-prinsip disiplin akademik tertentu; (2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan siswa menyelesaikan masalah tersebut; (3) Bermakna, yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna (meaningful) bagi siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa; (4) Luas dan Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan; (5) Bermanfaat, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2.        Berpusat pada keterkaitan antardisiplin
Meskipun model ini mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata dalam pemecahannya, siswa juga dapat meninjau masalah itu dari mata pelajaran lain.
3.        Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian yang nyata terhadap masalah yang nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefenisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4.        Menghasilkan produk atau karya
Model ini menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah. Produk dapat berupa laporan atau model fisik. Produk dan karya nyata tersebut didemonstrasikan kepada teman-temannya.
5.        Kolaborasi (kerjasama)
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir, memberikan motivasi uttuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan  keterampilan berpikir.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran dimulai dari masalah yang berhubungan dengan dunia nyata, pengadaan kelompok kecil, munculnya kegiatan investigasi/penyelidikan, menghasilkan karya yang didemonstrasikan di depan temannya.


B. Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran berbasis masalah
            Pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan sebagai berikut:
1.   Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu, yaitu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain, model pembelajaran berbasis masalah melatih siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2.   Belajar peran orang dewasa yang autentik.
Melalui model pembelajaran berbasis masalah, siswa didorong bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. Selain itu siswa memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong pengamatan dan dialog siswa dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau diajak berdialog. Model pembelajaran ini melibatkan siswa secara mandiri melakukan penyelidikan sehingga memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena tersebut.
3.   Menjadi pembelajar yang mandiri.
Model pembelajaran berbasis masalah membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom. Melalui bimbingan guru yang  berulang mengarahkan siswa membentuk pemecahan masalah sendiri sesuai dengan tingkat kognitifnya masing-masing. Pola hubungan tujuan pembelajaran, proses belajar, dan segala hal yang terjadi pada siswa dalam rangka kemandirian belajar terjadi sebagai berikut:
a.   Guru yang membuat desain instruksional memandang siswa sebagai partners yang memiliki asas emansipasi diri menuju kemandirian. Guru menyusun acara pembelajaran.
b.   Siswa memiliki latar pengalaman dan kemampuan awal dalam proses pembelajaran.
c.   Tujuan pembelajaran dalam desain instruksional dirumuskan oleh guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Tujuan pembelajaran tersebut juga merupakan sasaran belajar bagi siswa menurut pandangan dan rumusan guru.
d.  Kegiatan belajar-mengajar merupakan tindak pembelajaran guru dikelas. Tindak pembelajaran tersebut menggunakan bahan belajar. Wujud bahan belajar tersebut adalah bidang studi di sekolah.
e.   Proses belajar merupakan hal yang dialami oleh siswa, suatu respon terhadap segala acara pembelajaran yang diprogramkan oleh guru. Dalam proses belajar tersebut , guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
f.   Perilaku siswa merupakan hasil proses belajar. Perilaku tersebut dapat berupa perilaku yang tak dikehendaki dan yang dikehendaki. Hanya perilaku-perilaku yang dikehendaki diperkuat. Penguatan perilaku yang di kehendaki tersebut dilakukan dengan pengulangan, latihan, drill atau aplikasi.
g.   Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.
h.   Setelah siswa lulus, berkat hasil belajar, siswa menyusun program belajar sendiri. Dalam penysunan program belajar sendiri tersebut, sedikit banyak siswa berlaku secara mandiri.
Ibrahim (dalam Trianto, 2009) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah tidak sekedar dirancang untuk membantu guru memberikan informasi kepada siswa, tetapi dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui kelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
Sudjana (dalam Trianto, 2009) menerangkan manfaat khusus yang diperoleh dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas –tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.
            Jadi, manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah untuk membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa, keterampilan pemecahan masalah siswa dan tugas guru untuk membantu siswa dalam merumuskan tugas-tugas. Selain itu, tujuan model pembelajaran berbasis masalah adalah menciptakan individu belajar yang mandiri dalam memecahkan masalah melalui pola pikir yang mampu dibentuk secara mandiri juga.
C.  Sintaks Model Pembelajaran berbasis masalah
            Sintaks pembelajaran berbasis masalah berisi lima langkah utama yang dimulai guru dengan memperkenalkan siswa terhadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam tabel berikut (dalam Trianto, 2009),
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-porses yang mereka gunakan.


D. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran berbasis masalah
Suatu model pembelajaran memiliki kelebihannya masing-masing, begitu pun dengan kelemahannya. Dalam pembelajaran berbasis masalah diperoleh kelebihan atau kekurangan. Menurut Sanjaya (2008) model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : (1) PBM merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, (2) PBM dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (3) PBM dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, (4) PBM dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) PBM dapat membantu siswa mengembangkanpengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam penbelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM juga dapat mendorong untuk dapat melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun hasil belajarnya, (6) Melalui PBM bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dam sesuatu yang dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, (7) PBM dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa, (8) PBM dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan baru, (9) PBM dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam dinia nyata, (10) PBM  dapat mengembangkan minat siswa untuk secara  terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal terakhir.
Selain kelebihan, menurut Sanjaya (2008) terdapat juga kelemahan dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu : (1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk di pecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; (2) Keberhasilan model pembelajaran ini membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan manyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

No comments:

Post a Comment