Pembelajaran kooperatif
menurut Eggen and Kauchak dalam Trianto, (2009)
merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja
secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pelaksanaannya
dikelas pembelajaran kooperatif ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah, menentukan strategi
pemecahannya untuk kemudian menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-sama.
Pembelajaran kooperatif
sudah dianggap sebagai suatu metode instruksional karena efeknya positif
terhadap prestasi belajar dan atribut yang lain diantaranya seperti diungkapkan
Johnson & Johnson (Lie, 2008) meliputi ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, dan keahlian bekerjasama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman, membuat keputusan dalam kelompok, dan memberikan kesempatan pada
siswa untuk berinteraksi dan belajar dengan siswa yang berbeda latar
belakangnya.
Lie (2008) mengartikan pembelajaran kooperatif, yang
disebutnya pembelajaran gotong royong, sebagai suatu sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur, sedangkan guru bertindak sebagai
fasilitator. Sedangkan menurut Slavin (dalam
Trianto, 2009) model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan
penekanan pada aspek sosial dan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tapi berkemampuan heterogen. Sederajat
yang dimaksud disini adalah siswa-siswa berasal tingkatan sekolah dan kelas
yang sama, sedangkan heterogen tidak hanya kemampuan tapi juga jenis kelamin
dan ras.
Jadi, pada dasarnya
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana mengkondisikan siswa
belajar dalam kelompok untuk melakukan diskusi, dan bekerjasama. Kondisi ini
menciptakan suasana yang mendorong siswa terlibat aktif dalam belajar. Dalam model
kooperatif, siswa berinteraksi satu dengan yang lain baik dalam kelompok maupun
antar kelompok untuk menemukan solusi, atau menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang dipelajari. Pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan
kemampuan untuk bekerjasama satu dengan yang lain dan saling menghargai.
Johnson & Johnson dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, “Tujuan pokok belajar kooperatif
adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan
pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.” Karena siswa bekerja dalam suatu
team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa
dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah, Louisell &
Descamps dalam (Trianto,
2009)
Sedangkan menurut Arends (2008) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang
penting, yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup
beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa metode ini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain metode pembelajaran
kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik
dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga dari metode
pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh
siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Jadi,
pada dasarnya pembelajaran kooperatif bertujuan supaya siswa dapat berprestasi
dalam bidang akademik, dalam hal meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik, kemudian siswa dapat menerima keanekaragaman perbedaan dalam hal bisa
bekerja sama dalam belajar, serta siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial
dengan cara bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya.
Arends (dalam Trianto, 2009)
mengemukakan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menuntaskan materi pelajaran,
2. Kelompok dibentuk diatur dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah,
3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang beragam,
4. Penghargaan
lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Lundgren dalam Trianto (2009)
mengemukakan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Para siswa harus
memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2. Para siswa memiliki
tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya disamping tanggung jawab
terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi.
3. Para siswa harus
berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa harus memberikan
tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompok.
5. Para siswa akan diberi
satu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh
anggota kelompok.
6. Para siswa berbagi
kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama
proses belajarnya.
7. Para
siswa akan diminta pertanggungjawaban individu, tentang materi yang dipelajari
dalam kelompok kooperatif.
Dari uraian tentang ciri-ciri dan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
di atas, terdapat hubungan yang sangat erat. Misalnya setiap anggota mempunyai
peran sehingga mereka harus punya persepsi bahwa mereka akan “tenggelam atau
berenang bersama”, dan pada mereka juga diberikan tugas dan tanggung jawab yang
sama dalam kelompok. Begitu pula berdasarkan ciri-ciri setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas belajarnya dan teman-teman kelompoknya akan terlihat
pada unsur dimana para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain
dalam kelompoknya di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi.
Lundgren dalam Trianto (2009)
membagi keterampilan kooperatif dalam tiga tingkatan sebagai berikut.
1. Keterampilan kooperatif
tingkat awal meliputi: berada dalam kelompok, mengambil giliran dan berbagi
tugas, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, dan mengundang orang lain
untuk berbicara.
2. Keterampilan kooperatif
tingkat menengah meliputi: mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat
ringkasan, dan menerima tanggung jawab.
3. Keterampilan
kooperatif tingkat mahir meliputi: mengelaborasi, memeriksa ketetapan, dan
menetapkan tujuan.
Dari uraian di atas, keterampilan
kooperatif menjadi suatu hal penting yang harus dimiliki setiap anggota
kelompok. Karena dengan adanya keterampilan kooperatif akan membawa siswa pada
sikap mau bekerja sama, aktif dan adanya interaksi antar siswa. Dengan demikian
diharapkan adanya anggota kelompok yang tidak aktif sebagai kelemahan yang
harus dihindari dapat teratasi.
Arends (2008) menjelaskan bahwa terdapat
enam tahapan utama model pembelajaran kooperatif, pembelajaran diawali dengan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran disertai memotivasi siswa untuk belajar
dengan sungguh-sungguh. Tahap ini diikuti dengan penyampaian informasi dengan
lisan atau dalam bentuk bacaan. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam
kelompok-kelompok belajarnya. Tahap ini diikut bimbingan guru pada saat siswa
bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas secara berkelompok. Tahap terakhir pembelajaran kooperatif meliputi
presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang materi yang telah
dipelajari dan memberikan penghargaan. Keenam tahapan tersebut dapat disajikan dalam
bentuk tabel berikut ini:
Tabel. 2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahapan
|
Kegiatan Guru
|
Tahap-1
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
|
1.
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa belajar
|
Tahap-2
Menyajikan informasi
|
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan
atau teks
|
Tahap-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
3. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan
efisien
|
Tahap-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
4. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
|
Tahap-5
Evaluasi
|
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Tahap-6
Memberikan penghargaan
|
6. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok
|
Sumber:
Arends (2008)
Menurut Trianto (2009) membedakan
belajar berkelompok dalam beberapa tipe, antara lain: jigsaw,
numbered-heads-together (NHT), student-teams-achievement division (STAD),
dan teams-games-tournament (TGT), think pair share (TPS). Dalam kajian
teori ini hanya diuraikan tentang belajar kooperatif tipe Jigsaw.
No comments:
Post a Comment