Lie (2004) mengartikan pembelajaran
kooperatif, yang disebutnya pembelajaran gotong royong, sebagai suatu sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur, sedangkan guru bertindak
sebagai fasilitator.
Suherman dkk. (2003: 263)
mengemukakan bahwa guru memainkan peranan penting agar model pembelajaran ini
berhasil dengan baik. Materi, masalah, atau tugas yang diberikan kepada siswa
harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat menyumbangkan ide
kepada kelompoknya dan menimbulkan rasa saling membutuhkan antara anggota yang
satu dengan yang lain. Selain itu, guru juga harus memiliki pemahaman yang baik
tentang pembelajaran kooperatif dan memberikan pengarahan kepada siswa ketika
akan melaksanakan model pembelajaran ini.
Banyak kelebihan yang diperoleh dari
model pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah pada saat melakukan kegiatan
diskusi kelompok, siswa berlatih mendengarkan dan menghargai pendapat orang
lain, serta saling membantu dalam membangun pengetahuan baru dengan
mengintegrasikan pengetahuan lama yang telah dimiliki. Selain itu, percakapan
yang mengungkapkan ide-ide matematika ketika berdiskusi, dapat membantu siswa
dalam mengasah pikirannya dan membuat hubungan-hubungan, sehingga siswa yang
terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan
akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematisnya.
Hasil diskusi kelompok juga dapat
menyadarkan siswa mengapa jawabannya salah, membantu siswa melihat jawab yang
benar, memperbaiki atau menambah pemahamannya tentang suatu konsep, dan
memberikan gambaran kepada siswa bahwa suatu permasalahan matematika dapat
diselesaikan dengan berbagai macam strategi.
Model
pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif
pada matematika. Melalui kerjasama dalam kelompok, siswa membangun rasa percaya
diri untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Seperti yang diungkapkan
oleh Malone dan Krismanto (1997) bahwa siswa mempunyai perkembangan sifat yang
positif dan persepsi yang baik tentang belajar matematika dalam pengelompokan.
Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika direkomendasikan secara
tinggi untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran.
Malone
dan Krismanto (1997) juga berpendapat bahwa salah satu cara yang disukai siswa
dalam pembentukan kelompok adalah berdasarkan keheterogenan kemampuan siswa.
Artinya, dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi,
sedang, dan kurang. Dengan kelompok yang heterogen, diharapkan siswa yang
pandai dapat membimbing atau membantu siswa lain yang belum mengerti dan siswa
yang kurang pandai tidak merasa enggan untuk bertanya.
Menurut Ibrahim dkk. (2000), model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan penting dalam pembelajaran, yaitu:
1.
Meningkatkan hasil belajar akademik
Model
pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, sehingga
prestasi siswa yang belajar dalam kelompok kooperatif lebih baik daripada
mereka yang belajar secara individual. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga
dapat memberikan keuntungan bagi siswa kurang pandai maupun siswa pandai. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan lebih termotivasi untuk belajar karena mereka
tahu bahwa tujuan mereka dapat tercapai jika mereka bersama-sama mencapai
tujuan tersebut, dan bagi siswa pandai akan menjadi tutor bagi siswa kurang
pandai. Proses tutorial ini, selain dapat meningkatkan pemahaman suatu konsep
siswa pandai juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dan kemampuan
akademiknya karena menjadi tutor membutuhkan ide-ide yang lebih mendalam
tentang suatu materi.
2.
Penerimaan terhadap perbedaan individual
Pembelajaran kooperatif memberi
peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk belajar
saling bergantung atas tugas-tugas bersama dan saling menghargai. Pembentukan
kelompok yang heterogen, akan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling menerima, saling mengajar, saling
mendukung, dan meningkatkan relasi dan interaksi antaragama, budaya, dan
gender.
3.
Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan penting
yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa
ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan ini penting untuk dimiliki
siswa ketika berada di dalam masyarakat dengan budaya yang semakin beragam,
atau dunia kerja yang sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain.
Berdasarkan
uraian tentang pembelajaran kooperatif, dapat diketahui bahwa banyak keuntungan
yang diperoleh dari model pembelajaran ini. Namun, tidak semua belajar dalam kelompok bisa dianggap sebagai
belajar kooperatif. Siswa yang duduk berkelompok tetapi mengerjakan tugasnya
secara individu, atau menugaskan seseorang dalam kelompok untuk menyelesaikan
seluruh tugas kelompok, tidak dapat dikatakan sebagai belajar kooperatif.
Johnson dan Johnson (Lie, 2004) mengemukakan lima unsur pembelajaran kooperatif
agar dapat mencapai hasil yang maksimal, yaitu:
1.
Saling ketergantungan yang positif
Setiap anggota
kelompok harus memiliki perasaan bahwa keberhasilan individu merupakan
keberhasilan bagi kelompoknya dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menuntut guru
untuk dapat menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa saling
membutuhkan dan bergantung satu sama lain di dalam kelompoknya.
2.
Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota
kelompok diberi tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian
tugasnya sendiri, mengetahui apa yang harus dipelajari, dan mengetahui apa yang
ditargetkan kelompoknya. Ini bertujuan agar setiap individu merasa dituntut
untuk memberikan andil bagi keberhasilan kelompok dan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik.
3.
Tatap muka
Setiap anggota
kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Dengan
interaksi tatap muka, siswa dapat melakukan dialog, dan menghargai perbedaan
dengan memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan anggotanya.
4.
Komunikasi antaranggota
Unsur ini
menghendaki siswa memiliki kemampuan berinteraksi, seperti mengajukan pendapat,
mendengarkan opini teman, dan mengadakan kompromi, negoisasi, atau klarifikasi.
Untuk dapat memiliki kemampuan ini, diperlukan proses yang panjang. Namun, proses ini merupakan proses
yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
5.
Evaluasi proses kelompok
Guru perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.
Berdasarkan
uraian mengenai pembelajaran kooperatif, uraian mengenai proses atau kegiatan
yang terjadi dalam belajar kooperatif, dan uraian tentang kelebihan yang
diperoleh dengan belajar kooperatif, maka diharapkan bahwa pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis
siswa.
No comments:
Post a Comment