Pages

Tuesday, January 5, 2016

Model Pembelajaran Kooperatif yang paling populer




Lie (2004) mengartikan pembelajaran kooperatif, yang disebutnya pembelajaran gotong royong, sebagai suatu sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.
Suherman dkk. (2003: 263) mengemukakan bahwa guru memainkan peranan penting agar model pembelajaran ini berhasil dengan baik. Materi, masalah, atau tugas yang diberikan kepada siswa harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat menyumbangkan ide kepada kelompoknya dan menimbulkan rasa saling membutuhkan antara anggota yang satu dengan yang lain. Selain itu, guru juga harus memiliki pemahaman yang baik tentang pembelajaran kooperatif dan memberikan pengarahan kepada siswa ketika akan melaksanakan model pembelajaran ini.
Banyak kelebihan yang diperoleh dari model pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah pada saat melakukan kegiatan diskusi kelompok, siswa berlatih mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, serta saling membantu dalam membangun pengetahuan baru dengan mengintegrasikan pengetahuan lama yang telah dimiliki. Selain itu, percakapan yang mengungkapkan ide-ide matematika ketika berdiskusi, dapat membantu siswa dalam mengasah pikirannya dan membuat hubungan-hubungan, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya.
Hasil diskusi kelompok juga dapat menyadarkan siswa mengapa jawabannya salah, membantu siswa melihat jawab yang benar, memperbaiki atau menambah pemahamannya tentang suatu konsep, dan memberikan gambaran kepada siswa bahwa suatu permasalahan matematika dapat diselesaikan dengan berbagai macam strategi.
            Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif pada matematika. Melalui kerjasama dalam kelompok, siswa membangun rasa percaya diri untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Seperti yang diungkapkan oleh Malone dan Krismanto (1997) bahwa siswa mempunyai perkembangan sifat yang positif dan persepsi yang baik tentang belajar matematika dalam pengelompokan. Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika direkomendasikan secara tinggi untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran.
            Malone dan Krismanto (1997) juga berpendapat bahwa salah satu cara yang disukai siswa dalam pembentukan kelompok adalah berdasarkan keheterogenan kemampuan siswa. Artinya, dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan kurang. Dengan kelompok yang heterogen, diharapkan siswa yang pandai dapat membimbing atau membantu siswa lain yang belum mengerti dan siswa yang kurang pandai tidak merasa enggan untuk bertanya.
Menurut Ibrahim dkk. (2000), model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting dalam pembelajaran, yaitu:
1.      Meningkatkan hasil belajar akademik
Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, sehingga prestasi siswa yang belajar dalam kelompok kooperatif lebih baik daripada mereka yang belajar secara individual. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat memberikan keuntungan bagi siswa kurang pandai maupun siswa pandai. Bagi siswa yang kurang pandai, akan lebih termotivasi untuk belajar karena mereka tahu bahwa tujuan mereka dapat tercapai jika mereka bersama-sama mencapai tujuan tersebut, dan bagi siswa pandai akan menjadi tutor bagi siswa kurang pandai. Proses tutorial ini, selain dapat meningkatkan pemahaman suatu konsep siswa pandai juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dan kemampuan akademiknya karena menjadi tutor membutuhkan ide-ide yang lebih mendalam tentang suatu materi.
2.      Penerimaan terhadap perbedaan individual
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk belajar saling bergantung atas tugas-tugas bersama dan saling menghargai. Pembentukan kelompok yang  heterogen, akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menerima, saling mengajar, saling mendukung, dan meningkatkan relasi dan interaksi antaragama, budaya, dan gender.
3.      Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan penting yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan ini penting untuk dimiliki siswa ketika berada di dalam masyarakat dengan budaya yang semakin beragam, atau dunia kerja yang sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain.
            Berdasarkan uraian tentang pembelajaran kooperatif, dapat diketahui bahwa banyak keuntungan yang diperoleh dari model pembelajaran ini. Namun, tidak semua belajar dalam kelompok bisa dianggap sebagai belajar kooperatif. Siswa yang duduk berkelompok tetapi mengerjakan tugasnya secara individu, atau menugaskan seseorang dalam kelompok untuk menyelesaikan seluruh tugas kelompok, tidak dapat dikatakan sebagai belajar kooperatif. Johnson dan Johnson (Lie, 2004) mengemukakan lima unsur pembelajaran kooperatif agar dapat mencapai hasil yang maksimal, yaitu:
1.      Saling ketergantungan yang positif
Setiap anggota kelompok harus memiliki perasaan bahwa keberhasilan individu merupakan keberhasilan bagi kelompoknya dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menuntut guru untuk dapat menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain di dalam kelompoknya.
2.      Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok diberi tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri, mengetahui apa yang harus dipelajari, dan mengetahui apa yang ditargetkan kelompoknya. Ini bertujuan agar setiap individu merasa dituntut untuk memberikan andil bagi keberhasilan kelompok dan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
3.      Tatap muka
Setiap anggota kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Dengan interaksi tatap muka, siswa dapat melakukan dialog, dan menghargai perbedaan dengan memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan anggotanya.
4.      Komunikasi antaranggota
Unsur ini menghendaki siswa memiliki kemampuan berinteraksi, seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, dan mengadakan kompromi, negoisasi, atau klarifikasi. Untuk dapat memiliki kemampuan ini, diperlukan proses yang panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
5.      Evaluasi proses kelompok
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif, uraian mengenai proses atau kegiatan yang terjadi dalam belajar kooperatif, dan uraian tentang kelebihan yang diperoleh dengan belajar kooperatif, maka diharapkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

No comments:

Post a Comment