Pages

Tuesday, January 12, 2016

Kecerdasan Majemuk (multiple intelligence)


Pernahkah kalian berpikir atau membayangkan kalau, Muhammad Ali (petinju dunia) sewaktu kecil tidak diijinkan bermain atau berlatih tinju oleh orang tuanya justru disuruh belajar matematika sampai mati-matian pagi sekolah, sore les dan malam privat. Mungkin kita tidak akan kenal dengan Muhammad Ali petinju dunia tersebut. Sedini mungkin kita harus mengetahui minat dan bakat anak kita agar kita lebih mudah mengarahkannya untuk menjadi dirinya sendiri. Setiap anak pasti "bibit unggul", kita harus memperhatikan tingkah laku anak kita kecerdasan apa yang dimiliki anak kita. untuk itu saya akan membagikan artikel mengenai kecerdasan majemuk (multiple intelligence) yang kutip dari buku Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat


Intelligence (kecerdasan majemuk adalah istilah yang sulit untuk didefinisikan sehingga meningbumlan pemahaman-pemahaman yang berbeda-beda di antara para ilmuan. Dalam pengertian yang popular, kecerdasan sering didefinisikan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam manipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak (Bainbridge, 2010). Definsi lain tentang kecerdasan mencakup kemampuan berprestasi dengan lingkungan baru atau perubahan lingkungan saat ini, kemampuan menilai dan mengevaluasi, kemampuan untuk memahami ide-ide yang kompleks, kemampuan untuk berpikir produktif. Kemampuan untuk belajar dengan cepat, belajar dari pengalaman dan bahkan kemampuan untuk memahami hubungan. Kecerdasan juga dipahami sebagai tingkat kinerja suatu sistem untuk mencapai tujuan. Suatu sistem dengan kecerdasan lebih besar, dalam situasi yang sama, lebih sering mencapai tujuannya. Cara lain untuk medefenisikan dan mengukur kecerdasan bisa dengan perbandingkan kecepatan relatif untuk mencapai tujuan dalm situasi yang sama (fritz, 2010). Defenisi kecerdasan harus dilihat dari dua sis yakni dari defenisi fungsional yang memberntuk rangkaian koqnisi dan struktur khusus sebagai kriteria. Walaupun masih banyak tumpang tindih dalam pengertian kecerdasan, terdapat persyaratan minimal untuk mengatakan suatu itu merupakan bentukan kecerdasan syaratanya adalah keterampilan dalam menyelesaikan masalah. Jika keterampilannya itu sesuai untuk menciptakan hasil yang efektif, juga potensi untuk menemukan dan menciptakan masalah sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan baru.
Kecerdasan manusia seharusnya dilihat dari tiga komponen utama, Pertama, kemampuan untuk mengarakan pikiran dan tindakan. Kedua, kemampuan untuk mengubah arah pikiran dan tindakan. Dan ketiga, kemampuan untuk mengkritik pikiran dan tindakan sendiri. Sedangkan Throndike dan Musfiroh (2008) menjelaskan bahwa untuk mengkaji kemampuan manusia tidak bisa dilakukan dengan pengelompokkan berdasarkan kecenderungan, perubahan, dan mengoreksi pikiran dan tindakan, tetapi harus dilihat dari kemampuan beraktivitas dengan menggunakan gagasan-gagasan dan symbol-simbil secara efektif (kemampuan abstrak),kemampuan untuk melakukan suatu dengan indra gerak yang dimilikinya (kemampuan motorik) dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan  baru (lingkungan social), jadi yang dimaksud dengan inteligence (kecerdasan) di sini adalah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan dalam lingkungan, kapasitas pengetahuan dan kemampuan untuk memperolehnya, kapasitas untuk memberikan alasan dan berpikir abstrak, kemampuan untuk memahami hubungan, mengevaluasi  dan menilai, serta kapasitas untuk menghasilkan pikiran-pikiran produktif dan original.
Nampaknya, berbagai pandangan yang hanya melihatkan kecerdasan manusia dalam ruang lingkup yang terbatas inilah yang memicu upaya keras dari Howard Gardner untuk melakukan penelitian dengan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya melahirkan teori multiple intelegences yang kemudian dipublikasikan dalam frames of mind (1989) dan Intelegence Reframed (1999)

2.4.2.   Jenis-jenis kecerdasan Jamak
Multiple intelegences atau biasa disebut dengan kecerdasan jamak adalah berbagai keterampilan dan bakat yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran (Fleetham, 2006). Garner menemukan delapan macam kecerdasan jamak, yakni (1) kecerdasan verbal-linguistik, (2) logis-matematis (3) visual-spasial (4) berirama-musik (5) jasmaniah-kinestetik (6) interpersonal (7) intrapersonal dan (8) naruralistik.
Selanjutnya, walter Mckenzie (2005) dalam bukunya multiple intelegence and instructional technology, suatu buku yang banyak penulis jadikan rujukan jadikan dalam tulisan ini, telah memasukkan kecerdasan esistensial sebagai salah satu bagian dari kecerdasan jamak. Bahkan McKenzie telah merumuskan berbagai strategi, media, dan teknologi yang dapat digunakan  untuk mengembangkan kecerdasan eksistensial tersebut. Mike Fleetham (2006) juga dalam buku multiple intelegence in practice : enhancing self-esteem and learning in the classroom merumuskan berbagai instrument, aktivitas pembelajaran dan profesi yang memungkinkan dapar dicapai bagi mereka yang memiliki kecerdasan eksensial sebagai salah satu kecerdasan jamak dengan maksud untuk menelaah lebih jauh dengan mengkaji data empiris yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan kecerdasan eksistensial itu sendiri.
McKenzie (2005) menngunakan roda domain kecerdasan jamak untuk mengevaluasi hubungan tidak tetap antara berbagai kecerdasan, yang dkelompokkan ke dalam tiga wilayah, atau domain, yakni interaktif, anaitij dan introspektif. Ketiga domain ini dimaksudkan untuk menyelaraskan kecerdasan dengan siswa yang ada kemudian diamati oleh guru secara rutin di dalam ruang kelas.












Sumber McKenzie (2005,25)
Gambar. 2.1. Roda dominan Kecerdasan Jamak

Domain Inreraktif. Dominan ini terdiri atas kecerdasan verbal, interpersonal, dan kinestetik. Siswa biasanya menggunakan kecerdasan ini untuk mengekspresikan diri dan mengeksplorasi lingkungan mereka. Dimasukkannya ciri masing-masing dari ketiga kecerdasan ini sebagai interaktif karena meskipun kecerdasan tersebut dapat diransang melalui kegiatan pasif, mereka biasanya mengundang dan mendorong interaksi untuk mencapai pemahaman. Bahkan jika siswa menyelesaikan tugas secara individu, mereka harus mempertimbangkan orang lain melalui cara mereka menulis, menciptakan suatu, membangun, dan menggunakan pendekatan untuk sampaikan pada kesimpulan. Kecerdasan interaktif diperoleh melalui proses social yang terbangun secara alamiah.
Dominan Analitik. Dominan analitik terdiri atas kecerdasan music, logis, dan kecerdasan naturalistik, yang digunakan oleh siswa dalam menganalisis data dan pengetahuan. Ketiga ciri kecerdasan ini disebut sebagai kecerdasan analitik karena meskipun dapat memiliki komponen social atau intropekstif, kecerdasan tersebut kebanyakkan dapat digunakan untuk menganalisis dan menggabungkan data ke dalam skema yang sudah ada. Kecerdasan analitis pada dasarnya merupakan proses heuristis alamiah.
Domain Introspektif. Domain ini terdiri atas kecerdasan esistensial, intrapersonal, dan visual. Kecerdasan ini sangat jelas memiliki komponen efektif.  Ketiga kecerdasan ini diklarifikasikan sebagai introspektif karena memerlukan keteribatan murid untuk melihat suatu lebih dalam dari sekadar memandang melainkan harus mampu membuat hubungan emosional antara yang mereka pelajari dengan pengalaman masa lalu. Disamping itu, murid juga harus mempunyai keyakinan terhadap adanya perubahan yang terjadi dalam pembelajaran baru. Kecerdasan instrospeksi dapat dicapai melalui efektif secara alamaiah.
a.      Kecerdasan Verbal-Linguistik
Kecerdasan verbal-lingustik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa-bahasa termasuk  bahasa ibu dan bahasa asing untuk mengekspresikan apa yang telah ada di dalam pikiran dan memahami orang lain (Baum, Viens, dan Slatin, 2005).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang kecerdasan bahasa yang tinggi akan mampu menceritakan cerita dan adegan lelucon, menulis lebih baik dari rata-rata anak yang lain yang memiliki usia yang sama, mempunyai memori tentang nama, tempat, tanggal dan informasi lain lebih baik dari anak pada umumnya, senang terhadap permainan kata, menyukai baca buku, menghargai sajak, dan permainan kata-kata, suka mendengarkan cerita tanpa melihat buku, mengkomunikasikan, pikiran, perasaan, dan ide-ide baik, mendengarkan dan merespons bunyi-bunyi, irama, warna, berbagai kata lisan (lane, 2009).
Di samping itu, anak yang memiliki kecerdasan bahasa yang lebih daripada anak lainnya suka meniru bunyi-bunyi, bahasa, membaca dan menulis, belajar dengan mendengar, membaca, menulis dan berdiskusi, mendengarkan secara efektif, memahami, meringkas, menginterprestasi dan menjelaskan, dan mengingatkan apa yang telah dibaca, selalu meningkatkan penggunaan bahasa, menciptakan bentuk-bentuk bahasa yang baru, bekerja dengan menulis atau menyukai komunikasi lisan ( Cheungm 2009).
Mereka juga suka mengajukan banyak pertanyaan, suka bicara, memiliki banyak kosakata, suka membaca dan menulis, memahami fungsi bahasa, dapat berbicara tentang keterampilan bahasa, oleh karena itu karier yang sesuai dengan orang yang memiliki kecerdasan verbal yang tinggi adalah penyair, wartawan (jurnalis), ilmuan, novelis, pemain komedi, pengacara, penceramah, pelatih, pemandu (guide), guru.

b.      Kecerdasan Logis Matematis
Kecerdasan matematik adalah kemampuan yang berkenaan dengan ringkasan alas an, mengenal polapola dan aturan. Kecerdasan ini merujuk pada kemampuan untuk mengeksplorasi pola-pola, kategori-kategori dan hubungan  dengan memanipulasi objek atau symbol untuk melakukan percobaan dengan cara yang terkontrol dan teratur (Kezar, 2001). Kecerdasan matematika disebut juga kecerdasan logis dan penalaran, karena merupakan dasar dalam memecahkan masalah dengan memahami prinsip-prinsip yang mendasari sistem kausal atau dapat memanipulasi bilangan, kuantitas dan operasi.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan logis-matematis yang tinggi sangat menyukai bermain dengan bilangan dan menghitung, suka untuk diaatur, baik dalam problem solving, mengenal pola-pola, menyukai pernmainan matematika, suka melakukan percobaan dengan cara yang logis, sangat teratur dalam tulisan tangan, mempunyai cara yang logis, sangat teratur dalam tulisan tangan, mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak, suka computer, suka teka-teki, selalu ingin tahu bagaimana suatu itu berjalan, terarah dalam melakukan kegiatan yang berdasarkan aturan, tertarik pada penyataan logis, suka mengumpulkan dan mengklasifikasikan sesuatu, suka menyelesaikan berbagai persoalan yang membutuhkan penyelesaian yang logis, merasa lebih nyaman ketika suatu telah di ukur, dibuat kategori, dianalisis, atau dihitung atau dijumlahkan, berpikir dengan konsep yang jelas, abstrak, tanpa kata-kata, dan gambar.
Penguatan dan pemgembangan yang terarah terhadap kecerdasan matematika dapat mengarahkan karier seseorang menjadikan guru insinyur, arsitek, programme computer, pekerja konstruksi, analisis anggaran, akuntan, prajurit.
c.       Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial merupakan kecerdasan yang dikaitkan dengan bakat seni, khususnya seni lukis dan seni arsitektur. Kecerdasan visual spasial atau kecerdasan gambar atau kecerdasan pandang ruang didefinisikan sebagai kemampuan mempersepsikan dunia visual-spasial secara akurat serta mentransformasikan persepsi visual-spasial tersebut dalam berbagai bentuk, kemampuan berpikir visual-spasial merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk visualisasi, gambar dan bentuk tiga dimensi (Sonawat and Gogri, 2008)
Ada tiga kunci dalam mendefenisikan kecerdasan visual-spasial yaitu :
1.         Mempersepsi yakni menangkap dan memahami suatu melalui panca indra,
2.         Visual spasial terkait dengan kemampuan mata khususnya warna dan ruang,
3.         Mentransformasikan yakni mengalih bentukkan hal uang ditangkap mata ke dalam bentuk wujud lain, misalnya melihat mencermati, merekam, menginterprestasikan dalam pikiran lalu menuangkan rekaman dan interprestasi tersebut ke dalam bentuk lukisan, sketsa, kolase dan lukisan (Retting, 2005).
Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial adalah kepekaan pada garis, warna, bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola dan hubungan antarunsur tersebut. Komponen lainnya adalah kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual dan spasial, dan mengorientasikan secara tepat, komponen inti dari dari kecerdasan visual-spasial benar-benar bertumpu pada ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan.
Karier yang sesuai dengan orang yang memiliki kecerdasan visual dapat diarahkan untuk menjadi arsitek, artis, pemahat, photographer, perencana strategi, tukang kebun, pengukir, dokter bedah, montir, tukang cat, tukang kayu, panari, atlet.
d.      Kecerdasan Jamaniah-Kinestetik
Kecerdasan jasmaniah-kinestetik adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuh dalam mengekspresikan ide, perasaan, dan menggunakan tangan untuk menghasilkan mentransformasi sesuatu. Kecerdasan ini mencakup keterampilan khusu seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan untuk mengontrol gerakan-gerakan tubuh dan kemampuan untuk memanipulasi objek (Sonawat dan Gogri, 2008).
Senada dengan penyataan di atas, Gardner dan Chekley, !997:12) mengatakan bahwa kecerdasan jasmaniah adlaah :
the capacity to use your whole body or parts of your body-your hands, your fingers, and your arm-to solve a problem, make something, or put on some kind of a production. The most evident examples are people in athletics or the performing arts, particularly dance or acting.”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik itu merupakan kemampuan untuk menggunakan seluruh bagian badan secara fisik seperti menggunakan tangan, jari-jari, lengan, dan berbagai kegiatan fisik lain dalam menyelesaikan masalah, membuat sesuatu, atau dalam menghasilkan berbagai macam produk. Contoh yang paling Nampak untuk diamati adalah aktivitas yang menyertai para atlet atau dalam pertunjukkan seni seperti menari atau berakting.
Komponen inti dari kecerdasan kinestetik adalah kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima atau merangsang dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Kemampuan ini juga merupakan kemampuan motorik halus, kepekaan sentuhanm daya tahan dan reflex (rechey,2007).
Kemampuan dari kecerdasan kinestetik bertumpu pada kemampuan tinggi untuk mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan yang tinggi untuk menangani benda. Kecerdasan kinestetik memungkin manusia untuk membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh, dengan demikian memungkinkan tubuh untuk memanipulasi objek dan mencptakan gerakan.
Dengan demikian, kecerdasan kinestetik disebut juga dengan kecerdasan oleh tubuh karena dapat meransang kemampuan seseorang  untuk mengolah tubuh secara ahli, atau untuk mengekspresikan gagasan dan emosi melalui gerakan. Kemampuan seperti ini dapat diamati pada anak yang pandai berolah raga dan menari atau berdansa, termasuk kemampaun menangani suatu benda dengan cekatan dan membuat sesuatu. Dengan demikian karier yang pantas untuk ditekuni oleh mereka yang memiliki kecerdasan kinestetik adalah penari, atlet, actor, interprener bahasa isyarat, ahli bedah, artis.
e.       Kecerdasan berirama-musik
Kecerdasan music adalah kapasitar berpikir dalam music untuk mempu mendengarkan pola-pola dan mengenal, serta mungkin memanupulasinya. Orang yang mempunyai kecerdasan music kuat untuk tidak saja menginagat musik dengan mudah, mereka tidaka dapat keluar dari pemikiran masuk dan selalu hadir di mana-mana.
Kecerdasan musikan didefenisikan sebagai kemampuan menangani bentuk musik yang meliputi (1) kemampuan mempersepsikan bentik musical seperti menangkap atau menikmati musik atau bunyi-bunyi berpola nada (2) kemampuan membedakan bentuk musik, seperti membedankan dan membandingkan cirri bunyi, suara dan alat music, (3) kemampuan mengubah bentuk musik seperti menciptakan dan memversikan musik, (4) kemampuan  mengekspresikan bentuk music seperti bernyanyi, bersenandung dan bersiul-siul (Snyder, 19997). Hal ini berarti, kecerdasan musikal meliputi kemampuan mempersepsikan  dan memahami, menciptakan dan menyanyikan bentuk-bentuk musikal. Para ahli mengakui bahwa musik merangsang aktivitas kognitif dalam otak dan mendorong kecerdasan.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan musikal yang tinggi mempunyai sensivitas untuk mendengarkan pola-pola, bersenandung dan dapat memainkan sesuai dengan irama, mampu membedakan bunyi-bunyi dan memiliki perasaan yang baik terhadap tangga nada, bergerak sesuai degan irama, mengingat irama dan pola-pola bunyi, mencari dan menikmati pengalaman musik, bermain dengan suara, sangat bagus dalam mengambil nada, mengingat melodi, menikmati irama dan mengetahui waktu memulai dan mengakhiri nada, sering mendengarkan musik, dapat mengenal bahwa musik dengan berbagai variasi, dapat dengan mudah mengingat melodi dan memyanyikannnya,  mempunyai suara merdu, baik itu bernyanyi solo maupun paduan suara, memainkan instrument musik, berbicara atau bergoyang mengikuti irama, dapat mengetuk meja atau desktop sambil bekerja, menunjukkan sensivitas pada suara dan lingkungan, member respons secara emosional pada musik yang mereka dengarkan.
Dengan demikian, pengembangan karier yang sesuai dengan orang yang memiliki kecerdasan musik yang baik dapat menjadi musisi yang terkenal, pengkritik atau pengamat musik, pencipta lagu, konduktor dan lain sebagainya.
f.       Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal dapat didefenisikan sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut komponen inti dari kecerdasan intrapersonal  kemampuan memahami diri yang akurat meliputi kekuatan, dan keterbatasan diri, kecerdasan akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen dan keinginan , serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri. Kemampuan menghargai diri  juga berarti mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dan ingin dilakukan, sebagai reaksi diri terhadap situasi tertentu, dan menyikapinya, serta berkemampuan untuk menyikapinya, serta berkemampuan mengarahkan dan mengistropeksi diri. Kecerdasan intrapersonal merupakan kecerdasan dunia batin,kecerdasan yang bersumber pada pemahaman diri secara menyeluruh guna menghadapi, merencanakan, dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi.
Individu yang cerdas dalam intapersonal memiliki beberapa indicator kecerdasan yaitu
-                 Secara teratur meluangkan waktu sendiri untuk bermeditasi merenung dan memikirkan berbagai masalah.
-                 Pernah atau sering menghindari acara konseling atau seminar perkembangan kepribadian untuk lebih memahami diri sendiri.
-                 Mampu menghadapi kemunduran, kegagalan, hambatan untuk diri sendiri
-                 Memiliki tujuan-tujuan yang penting untuk hidup yang dipikirkan secara kontinu,
-                 Memiliki pandangan yang realitas mengenai kekuatan dan kelemahan diri yang diperoleh dari umpan balik sumber-sumber lain.
-                 Lebih memilih menghabiskan akhir pecan sendiri di tempat-tempat pribadi dan jauh dari keramaian
-                 Menganggap dirinya orang yang berkeinginan kuat dan berpikir mandiri.
-                 Memiliki buku harian untuk mengekspresikan perasaan, emosi diri dan menuliskan pengalaman pribadi, dan
-                 Memiliki keinginan untuk berusaha sendiri, berwirasawasta (Sonawat and Gogri,2008)
Kecerdasan intrapersonal marujuk pada pemahaman terhadap diri sendiri dalam menemukan minat dan tujuan ketika melakukan perubahan, selain itu memiliki cirri positif seperti yang telah disebutkan di atas, anak yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak itu malu dan minder dan cenderung menghindarkan dirinya dari pergaulan bersama orang lain. Mereka selaras dengan perasaan batin mereka, mereka mempunyai kebijaksaan, intuisi dan motivasi, serta kemauan yang kuat, keyakinan dan pendapat. Mereka dapat diajarkan melalui studi independen dan introspeksi. Sedangkan peralatan yang biasanya digunakan termasuk buku, bahan-bahan kreatif, buku harian dan buku privasi.
Anak yang lebih menonjil kecersan intrapersonalnya dapat berkembang menjadi ahli terapi, penyair, motivator psikolog, filsuf, pemimpin spiritual, dan semacamnya jika mendapat bimbingan dan pendidikan yang layak
g.      Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami pikiran, sikap, dan prilaku orang lain (Garner dan Cheksley, 1997:12). Kecerdasan ini merupakan kecerdasan dengan indicator-indikator yang menyenangkan bagi orang lain. Sikap-sikap yang ditunjukkan oleh anak dalam kecerdasan interpersonal sangat menyejukkan dan penuh kedamaian. Oleh karena itu, kecerdasan interpersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi dan keinginan orang lain, serta kemampuan memberikan respon secara tepat terhadap suasana hati, tempramen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal seorang anak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman.
Komponen inti kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mencerna dan menanggapi dengan tepat berbagai suasana hati, maksud, motivasi, perasaan, dan keinginan orang lain di samping kemampuan untuk melakukan kerja sama, sedangkan, komponen lainnya adalah kepekaan dan kemampuan menangkap perbedaan yang sangat halus terhadap maksud, motivasi, suasana hati, perasaan dan gagasan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan interpersonal sangat memerhatikan orang lain, memiliki kepekaan  yang tinggi terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak isyarat. Dengan kata lain, kecerdasan interpersonal melibatkan banyak kecakapan, yakni kemampuan berempati pada orang lain, kemampuan mengorganisasikan sekelompok orang menuju tujuan bersama, kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang lain, kemampuan berteman atau menjalin kontak.
Anak-anak yang berkembang pada kecerdasan interpersonal peka terhadap kebutuhan orang lain. Apa yang dimaksud, dirasakan, direncanakan dan diimpikan orang lain dapat ditangkap melalui pengamatannya terhadap kata-kata, gerak-gerik, gaya bahasa, dan sikap orang lain, mereka akan bertanya, memberi perhatian yang dibutuhkan.
Kemampuan untuk dapat merasakan perasaan orang lain, mengakibatkan anak yang berkembang dalam kecerdasan interpersonal mudah mendamaikan konflik. Kepekaan ini juga menghantarkan mereka menjadi pimpinan di antara sebayanya. Bahkan anak yang memiliki kemampuan interpersonal yang baik dapat memahami keadaan jiwa, keinginan, dan perasaan yang dialami orang lain ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian, membangun hubungan baik dengan pihak lain akan dapat dilakukan dengan mudah sehingga mampu menciptakan suasana kehidupan yang nyaman tanpa ada kendala yang berarti walau hidup di lingkungan yang memiliki, agama, suku, ras dan bahasa yang berbeda. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang sesuai untu menjadi pendidik seperti guru atau dosen, konsultanm organisatoris, diplomat, peneliti dan ilmuan social, aktivis, pemimpin agama, negosiator, mediator dan semacamnya.
h.      Kecerdasan Naturalistik
Kecerdasan naturalistik adalah kemampuan dalam melakukan kategorisasi dan membuat hierarki terhadap keadaan organism seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan alam. Salah satu cirri yang ada pada anak-anak yang kuat dalam kecerdasan naturalistik adalah kesenangan mereka pada alam, binatang, misalnya berani mendekati, memegang, mengelus, bahkan memiliki naluri untuk memlihara. Kecerdasan naturalistik didefenisikan sebagai keahlian mengenali dan mengategorika spesie, baik flora maupun fauna, di lingkungan sekitar, dan kemampuannya mengolah dan memanfaatkan alam serta melestarikannya.
Komponen inti kecerdasan naturalistik adalah kepekaan terhadap alam (flora, fauna, formasi awan, gunung-gunung), keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun informal. Memelihara alam dan bahkan menjadi bagian dari alam itu sendiri seperti mengunjungi tempat-tempat yang banyak dihuni binatang, dan mampu mengetahui hubugan antara lingkungan dan alam merupakan suatu kecerdasan yang tinggi mengingat tidak semua orang dapat melakukannya dengan mudah (Bowles, 2008).
Komponen kecerdasan naturalistik lain adalah perhatian dan minat mendalam terhadap alam, serta kecermatan menemukan cirri-ciri spesies dan unsut alam yang lain. Anak-anak yang suka menyelidiki berbagai kehidupan makhluk kecil, seperti cacing, semut, dan ulat daun. Anak-anak suka mengamati gundukan tanah, memeriksa jejak bintang, mengkorek-korek tanah, mengamati hewan yang bersembunyi, lalu menangkapnya. Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalistik tinggi cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan, dan bahkan menghabiskan waktu besar tentang seluk-beluk hewan dan tumbuhan. Pengembangan karier yang sesuai bagi anak yang memiliki kecerdasan naturalistik dapat diarahkan untuk menjadi ilmuan pertanian, ahli geologi, ahli pemancing, petani, aktivis alam, pendaki gunung dan berbagai komponen karier semcamnya.
i.        Kecerdasan Eksistensial-spiritual.
Kecerdaan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling esensial dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual, emosional, dan kecerdasan social. Kecerdasan spiritual itu besandar pada hati dan terilhami sehingga jika jika seseorang memiliki kecerdasan spiritual, maka segala sesuatu yang dilakukan akan berakhir dengan sesuatu yang menyenangkan (Zohar dan Marshall, 2011). Segala sesuatu harus dibentuk dengan menghadirkan pertimbangan yang dalam yang terbentuk dengan menghadirkan pertimbangan hati nurani.
Kata spiritual memiliki akar dari kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa latin, spiritual, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak (mitrafin, 2009). Spiritual berarti pula segala sesuatu diluar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter atau dikenal dengan kodrat (Dewantoro,1977). Dengan demikian, kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Kecerdasan spiritual melibatkan seperangkat kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber spiritual. Istilah spiritualitas merujuk pada kemampuan seseorang untuk mencari, elemen-elemen pengalaman kesucian, kebermaknaan, kesadaran yang tinggi dan tansendental untuk menghasilkan produk yang bernilai, jadi. Kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan makna, dan nilai (Painton, 2009). Artinya suatu kecerdasan yang menempatkan  tindakan dan kehidupan manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni kemampuan untuk mengakses suatu jalan kehidupan yang bermakna.
Berdasarkan definisi yang telah diberikan di atas, yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual dalam tulisan ini adalah kapasitas hidup manusia yang  bersumber dari hati yang dalam (inner-ca[acity) yang terilhami dalam bentuk kodrat untuk dikembangkan dan ditumbuhkan dlaam mengatasi berbagai kesulitan hidup. Hal ini mencakup :
Pertama,  kesadaran terhadap hakekat dan eksistensi diri mendorong hadirnya pandangan luas terhadap dunia; melihat diri sendiri dan orang lain saling terkait, menyadari tanpa diajari (intuisi) bahwa bagaimanapun kosmos ini hidup dan bersinar, memiliki suatu yang disebut cahaya subjektif, memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya, merasakan arah nasibnya, dan melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-cita suci dari hal-hal yang biasa.
Kedua, toleran  yang merujuk pada kesadaran terhadap eksistensi diri akan membawa dampat yang berharga bagi munculnya keinginan untuk mengaku keberadaan yang lain. Dengan demikian, keberterimaan terhadap beragam dapat terealisir dalam kehidupan bersama. Di sinilah muncul sikap toleransi terhadap keberadaan yang lain.
Ketiga, kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya. Kebenaran telah dapat memotivasi seseorang untuk secara tekun mencari dan mengejar hal-hal yang selektif dan diminati
Keempat,  kebermaknaan yang merujuk pada suatu yang dapat bermakna kalau dapat memberikan nilai tambah dan memiliki gagasan-gagasan yang segar dan anehm rasa humor yang dewasa.
Kelima, penyerahan diri spernuhnya kepada suatu kekuatan yang dapat mengatur seluruh alam dan isinya.
Keenam, kedamaian suatu kondisi jiwa yang merasa tenang nyaman, dan aman.
Kecerdasan eksistensial mendorong orang untuk memahami proses dalam konteks yang besar, ;uas, yang mencakup aspek-aspek estetika, filoosofi, dan agama yang menekankan pada nilai-nilai keindahan klasik, kebenaran dan kebaikan. Oleh karena itu, kecerdasan spiritual dapat mengantarkan orang menjadi ilmuwan, pemimpim, dan pendidik sejati, yang merupakan sarjana all-round yang ditingkat kesempurnaannya berada di atas rata-rata.


Sumber : Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat

Thursday, January 7, 2016

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT yang terbaru



     TGT merupakan salah satu dari beberapa model pembelajaran kooperatif. Penekanan pembelajaran kooperatif tipe TGT terletak pada kerjasama antar anggota kelompok dalam menyumbangkan skor terhadap kemajuan nilai kelompok di samping nilai individu.
            Pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Presentasi kelas
Guru menerangkan garis besar materi di depan kelas dan siswa memperhatikan dengan seksama. Ketika selesai mengerjakan lembar kerja kelompok (LKS), salah seorang siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya ke depan kelas dan siswa lainnya memberikan tanggapan atas jawaban tersebut. Selama presentasi kelas setiap siswa harus benar-benar memperhatikan penjelasan guru ataupun temannya. Hal ini akan sangat membantu keberhasilan siswa saat turnamen.
b.      Kelompok
Siswa terdistribusi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Setelah guru menjelaskan materi, setiap kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdiskusi memecahkan masalah bersama-sama, mencocokkan jawaban, membantu teman untuk memperbaiki kesalahannya. Setiap anggota kelompok harus yakin bahwa dirinya benar-benar telah menguasai materi, mempertanggungjawabkannya dalam presentasi kelas, dan mempersiapkan diri dalam turnamen.

c.       Turnamen Akademik
Pelaksanaan turnamen akademik adalah ciri khas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT. Kelompok heterogen dirombak untuk sementara waktu dan kemudian dibentuk kelompok yang homogen dalam hal tingkat kecerdasan. Anak yang cerdas dari setiap kelompok digabungkan dalam meja 1, anak yang sedang digabungkan dalam meja 2 dan meja 3, dan anak yang rendah digabungkan dalam meja 4. Hal ini dijelaskan dalam gambar tentang mekanisme turnamen berikut ini:


 
Gambar Mekanisme Turnamen

Siswa yang homogen duduk dalam satu meja turnamen untuk menjawab pertanyaan yang ada di meja tersebut secara bergiliran. Apabila siswa yang mendapat giliran pertama menjawab dengan benar maka ia akan mendapatkan kartu kemenangan yang di dalamnya terdapat poin. Namun jika jawabannya salah maka siswa lain (penantang) dalam kelompok itu boleh menjawab. Apabila jawaban penantang itu benar, maka kartu kemenangan menjadi miliknya dan jika jawabannya salah maka ia harus merelakan nilainya berkurang. Pada saat pertandingan usai, siswa menghitung nilai yang diperolehnya  yang tertera di kartu kemenangan dan  ditulis pada papan nilai sebagai nilai individu. Peserta yang mendapatkan nilai terbanyak meraih tingkat 1 (top scorer), peserta yang memperoleh terbanyak kedua meraih tingkat 2 (high middle scorer), peserta yang memperoleh terbanyak ketiga meraih tingkat 3 (low middle scorer), dan peserta yang memperoleh nilai terkecil meraih tingkat 4 (low scorer). Perolehan poin ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 (Slavin, 1995: 90) di bawah ini:
Tabel 2.1
 Perolehan Poin untuk Empat Pemain

Tingkatan Pemain

Tidak ada seri
Tingkat
1-2
seri
Tingkat
2-3
seri
Tingkat
3-4
seri
Tingkat
1-2-3
seri
Tingkat 2-3-4
seri
Tingkat
1-2-3-4  seri
1-2 Seri
3-4 Seri
1
(high scorer)

60

50

60

60

50

60

40

50
2
(High  middle scorerr)

40

50

40

40

50

30

40

50
3
(low middle scorer)

30

30

40

30

50

30

40

30
4
(low scorer)

20

20

20

30

20

30

40

30

            Tabel 2.1 di atas memperlihatkan aturan perolehan poin untuk pemain yang terdiri dari empat orang. Jika tidak ada seri di antara keempat pemain, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 memperoleh skor 40, pemain tingkat 3 memperoleh skor 30, dan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 1 dan tingkat 2 seri, maka kedua pemain tersebut memperoleh skor 50, sedangkan pemain tingkat 3 memperoleh skor 30 dan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 2 dan tingkat 3 seri, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 dan tingkat 3 memperoleh skor 40, sedangkan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 3 dan tingkat 4 seri, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 memperoleh skor 40, dan pemain tingkat 3 dan tingkat 4 memperoleh skor 30. Jika pemain tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 seri, maka ketiga pemain tersebut memperoleh skor 50, sedangkan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 2, tingkat 3, dan tingkat 4 seri, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, sedangkan ketiga pemain yang seri memperoleh skor 30. Jika semua pemain seri, maka masing-masing pemain memperoleh skor 40. Jika pemain tingkat 1 dan tingkat 2 seri, dan pemain tingkat 3 dan tingkat 4 seri, maka pemain tingkat 1 dan tingkat 2 memperoleh skor 50, sedangkan pemain tingkat 3 dan tingkat 4 memperoleh skor 30.
Tabel 2.2
 Perolehan Poin untuk Tiga Pemain
Tingkatan Pemain
Tidak ada seri
Tingkat
1-2 seri
Tingkat
 2-3 seri
Tingkat
1-2-3 seri
1
( Top Scorer )

60

50
60
40
2
(Middle Scorer)

40

50

30

40
3
( Low scorer )

20

20

30

40

            Tabel 2.2 di atas memperlihatkan aturan perolehan poin untuk pemain yang terdiri dari tiga orang. Jika tidak ada seri di antara ketiga pemain, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 memperoleh skor 40, dan pemain tingkat 3 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 1 dan tingkat 2 seri, maka kedua pemain tersebut memperoleh skor 50, sedangkan pemain tingkat 3 memperoleh skor 20. Jika pemain tingkat 2 dan tingkat 3 seri, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 dan tingkat 3 memperoleh skor 30. Jika semua pemain seri, maka masing-masing pemain memperoleh skor 40.
Tabel 2.3
 Perolehan Poin untuk Dua Pemain
Tingkatan Pemain
Tidak ada seri
Tingkat
1-2 seri
1
( Top Scorer )

60

40
2
( Low scorer )

20

40

Tabel 2.3 di atas memperlihatkan aturan perolehan poin untuk pemain yang terdiri dari dua orang. Jika tidak ada seri di antara kedua pemain, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60 dan pemain tingkat 2 memperoleh skor 20. Jika kedua pemain seri, maka masing-masing pemain memperoleh skor 40.
Dalam turnamen selanjutnya, diusahakan pembagian meja berdasarkan perolehan poin pada turnamen dengan tetap beranggotakan kelompok yang memiliki tingkat kepintaran yang sama (homogen).
d.     Penghargaan kelompok
Nilai kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai yang diperoleh setiap anggota kelompok heterogen semula. Untuk kelompok yang memperoleh nilai rata-rata mencapai kriteria tertentu maka diberikan penghargaan berupa sertifikat atau bisa juga dalam bentuk lainnya. Pemberian penghargaan ini dimaksudkan untuk memberi rangsangan bagi siswa untuk lebih giat dalam belajar, agar pada turnamen berikutnya dapat memperoleh nilai yang baik hingga dapat menyumbang skor bagi kelompoknya.
Kriteria penghargaan kelompok (Slavin, 1995: 90) seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Kriteria Penghargaan Kelompok
Nilai
Predikat
Nilai  50
Super Team
45  Nilai < 50
Great Team
40  Nilai < 45
Good Team

e. Bumping (pergeseran)
            Setelah turnamen pertama dilaksanakan selanjutnya dilakukan pergeseran posisi (bumping) untuk setiap siswa pada meja turnamen. Pergeseran ini selalu dilakukan setiap selesai dilaksanakannya turnamen akademik, untuk mengatur posisi siswa pada meja turnamen dalam kompetisi berikutnya. Pergeseran posisi tersebut dilakukan berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada turnamen yang telah dilaksanakan (skor siswa ditulis pada lembar pencatatan skor). Pada intinya dilakukannya pergeseran ini adalah untuk menempatkan siswa yang memenangkan turnamen ke meja turnamen dengan tingkatan yang lebih tinggi sedangkan siswa yang kalah digeser pada meja turnamen yang mempunyai tingkatan lebih rendah dari meja turnamen semula.